KEBUDAYAAN
DAN PROSES PEMBANGUNAN
Rininda Dhaneswara
11411134013
D-3
Sekretari
Kebudayaan
Manusia memiliki dua
kekayaan yang membedakannnya dengan makhluk lain yakni, akal dan budi yang
memunculkan cipta, rasa, dan karsa. Akan tetapi manusia lebih didomininasi oleh
akal sehingga mereka kurang peka akan masalah – masalah sosial yang terjadi
dilingkungannya, bangsanya dan negaranya. Begitu pula yang terjadi pada
kalangan mahasiswa di perguruan tinggi. Untuk itulah Ilmu Budaya Dasar
diperkenalkan pada perguruan tinggi pada tahun 1970. Ilmu Budaya Dasar
merupakan “Body of Knowledge” (tubuh keilmuan) dengan sasaran masalah-masalah
manusia dan budayanya mencakup filsafat, teologi, sejarah, seni dan cabang-cabangnya.
Dan sasarannya juga untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia
dalam kedudukanya sebagai makhluk berbudaya. Dalam penuntasan masalah dapat
diselesaikan secara manusiawi; dalam arti tidak sampai menimbulkan kerugian
bagi semua pihak yang terlibat dengan cara juga memperhatikan kepentingan orang
lain bukan hanya kepentingan diri sendiri. Sebelum membahas lebih jauh
berikut ini ada beberapa pengertian mengenai kebudayaan. Dawson dalam buku
“Age of the Gods”, mengatakan bahwa
kebudayaan adalah cara hidup bersama (culture
is common way of life). Sedangkan Ralph Linton (1893-1953) seorang
antropolog Amerika menyatakan kebudayaan adalah “Man’s social heredity” (sifat sosial manusia yang temurun).
Dan dari Indonesia Prof.
M.M. Djojodiguno dalam buku “Asas-asas Sosiologi (1958)”, kebudayaan/ budaya
adalah daya dari budi, yang berupa cipta, rasa, dan karsa.
a)
Cipta : Ilmu
pengetahuan, yang bersumber dari pengalaman lahir dan batin.
b)
Karsa : Norma-norma
keagamaan/ kepercayaan, yang bersumber dari “sangkan (lahir) dan paran (mati)”.
c)
Rasa :
Norma keindahan yang menghasilkan kesenian, yang bersumber dari keindahan dan
menolak keburukan atau kejelekan.
Jadi,
kebudayaan adalah hasil dari buah budi (gagasan) manusia yang berupa cipta,
rasa dan karsa baik yang kongkrit ataupun abstrak yang bertujuan untuk mencapai
kesempurnaan hidup. Yang dalam pengaplikasianya di lakukan dengan pola – pola
perilaku, bahasa, organisasi sosial, religi, seni, dan lainnya yang telah
menjadi kebiasaan yang turun temurun dari leluhur.
Ada tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1979:
186-187). Pertama wujud kebudayaan sebagai ide, gagasan, nilai, atau norma.
Kedua wujud kebudayaan sebagai aktifitas atau pola tindakan manusia dalam
masyarakat. Ketiga adalah wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya
manusia. Wujud pertama berbentuk abstrak, sehingga tidak dapat dilihat dengan
indera penglihatan. Wujud ini terdapat di dalam pikiran masyarakat. Ide atau
gagasan banyak hidup bersama dengan masyarakat. Gagasan itu selalu berkaitan
dan tidak bisa lepas antara yang satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara
setiap gagasan ini disebut sistem. Koentjaraningrat mengemukaan bahwa kata
‘adat’ dalam bahasa Indonesia adalah kata yang sepadan untuk menggambarkan
wujud kebudayaan pertama yang berupa ide atau gagasan ini. Sedangkan untuk
bentuk jamaknya disebut dengan adat istiadat (1979: 187). Wujud kebudayaan yang
kedua disebut dengan sistem sosial (Koentjaraningrat, 1979:187). Sistem sosial
dijelaskan Koentjaraningrat sebagai keseluruhan aktifitas manusia atau segala
bentuk tindakan manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya. Aktifitas ini
dilakukan setiap waktu dan membentuk pola-pola tertentu berdasarkan adat yang
berlaku dalam masyarakat tersebut. Tindakan-tindakan yang memiliki pola
tersebut disebut sebagai sistem sosial oleh Koentjaraningrat. Sistem sosial
berbentuk kongkrit karena bisa dilihat pola-pola tindakannya dengan indra
penglihatan. Kemudian wujud ketiga kebudayaan disebut dengan kebudayaan fisik
(Koentjaraningrat, 1979: 188). Wujud kebudayaan ini bersifat konkret karena
merupakan benda-benda dari segala hasil ciptaan, karya, tindakan, aktivitas,
atau perbuatan manusia dalam masyarakat.
Koentjaraningrat juga
mengemukakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yaitu bahasa, kesenian, sistem
religi, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, dan
sistem ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1979: 203-204). Ketujuh unsur
kebudayaan ini disebut Koentjaraningrat sebagai unsur kebudayaan universal
karena selalu ada pada setiap masyarakat. Koentjaraningrat menjelaskan bahwa
ketujuh unsur tersebut dapat diperinci lagi menjadi sub unsur hingga beberapa
kali menjadi lebih kecil.
Pembangunan
Pembangunan
kebudayaan haruslah bertumpu kepada filosofi kebudayaan nasional. Di dalam
Pancasila yang merupakan falsafah hidup bagi bangsa Indonesia dan Pembukaan UUD
1945 yang menyatakan melindungi sege-nap bangsa Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban
dunia terkandung nilai-nilai filosofis kebudayaan nasional. Implikasinya
terhadap kebijakan pembangunan kebudayaan adalah, kedua dokumen yang sangat
penting tersebut hendaknya dijadikan tumpuan atau landasan. Jangan ragu-ragu
menyebut Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dalam menjabarkan kebijakan
pembangunan bidang kebudayaan. Pengertian pembangunan berikut memperjelas
apakah pembangunan itu.
Menurut Siagian (1994), memberikan
pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha
pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu
bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa
(nation building)”. Sedangkan menurut Ginanjar Kartasasmita (1994) , memberikan
pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah
yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di
atas, pembangunan adalah sumua proses perubahan yang dilakukan
melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah
proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat
yang menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun tidak lagi
hanya mencakup bidang ekonomi dan industri, melainkan telah merambah ke seluruh
aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, modernisasi
diartikan sebagai proses trasformasi dan perubahan dalam masyarakat
yang meliputi segala aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial, budaya, dan
sebagainya.
Oleh karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu
proses perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan
menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana terjadi proses perubahan
dari kehidupan tradisional menjadi modern, yang pada awal mulanya ditandai
dengan adanya penggunaan alat-alat modern, menggantikan alat-alat yang tradisional.
Kebudayaan dan Proses Pembangunan
Secara historis
industrialisasi mudah ditelusuri pada pembangunan di Negara sedang berkembang
karena industrialisasi dianggap sebagai suatu pilihan untuk memberikan
kesejahteraan dan kemakmuran untuk Negara sedang berkembang tersebut. Pada
Negara sedang berkembang industrialisasi berasal dari ekspansi Negara maju yang
telah memiliki industri di negara asalnya, walaupun masyarakat di Negara sedang
berkembang diperkenankan ikut serta dalam setiap proses industri yang
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang digunakan untuk menciptakan banyak
barang yang beragam.
Negara sedang berkembang
justru terjebak dalam hutang luar negeri yang melebihi kemampuannya akibat
ditempuhnya jalan pintas untuk melakukan industralisasi dengan mengadopsi semua
sistem dan pola industri dari Negara-Negara maju yang mengakibatkan terciptanya
monopoli, oligopoli, dan monopsoni, serta rusaknya sumber daya alam dan
pencemaran lingkungan juga kurangnya partisipasi masyarakat karena tidak
memiliki pengetahuan dan kemampuan.
Dengan melihat berbagai
kendala yang dimiliki oleh Negara sedang berkembang, dampak negatif dan
konsekuensi dari pola industrialisasi itu, maka pada industrialisasi itu harus
dilakukan secara historis dan bertahap. Secara historis dimaksudkan agar
mendasarkan diri pada tahap-tahap perkembangan masyarakat. Sedangkan secara
bertahap artinya dilakukan secara evolusioner sesuai dengan kemampuan
masyarakat dan pencapaian setiap perkembangan masyarakat. Pola pembangunan
seperti itu dapat dilakukan dengan dua cara:
1.
Melaksanakan
sistem perekonomian tertutup dan proses pembangunan berencana secara sentral,
dimana sektor Negara merupakan sokoguru dan pelaku ekonomi yang utama, dengan
mengendalikan konsumsi dan tabungan secara paksa untuk membentuk modal bagi
investasi.
2.
Dengan
terus membuka perekonomian dan membiarkan sistem bekerja secara kurang lebih
bebas. Secara sistem ini mempunyai beberapa variasi. Pada realitasnya Negara
sedang berkembang justru memiliki sistem ekonomi campuran yang melibatkan
pemerintah sebagai regulator dan pelaku ekonomi namun pada dasarnya
perekonomian menggunakan mekanisme pasar dengan keikutsertaan pemerintah secara
langsung dan tidak langsung dalam perekonomian.
Persoalan kebudayaan
merupakan bagian penting dalam proses pembangunan. Kebudayaan terkait dengan
persoalan karakter dan mental bangsa yang menentukan keberhasilan pembangunan
di Indonesia. Apabila mental dan karakter bangsa yang cenderung destruktif dan
koruptif tentunya tujuan pembangunan akan sulit terlaksana, begitu pula
sebaliknya. Di sisi lain pembangunan multisektor lainnya juga membutuhkan
peranan kebudayaan untuk mendukung suksesnya program-program yang akan
dijalankan. Seringkali timbul permasalahan, ketidakberhasilan sasaran program
yang dijalankan di daerah disebabkan oleh kurangnya dukungan dari faktor budaya
masyarakat tertentu.
Kebudayaan nasional bersifat
dinamis dalam arti selalu mengalami perubahan, atau perkembangan, baik
disebabkan karena faktor intern maupun faktor ekstern. Menurut Prof. Dr.
Mattulada, bangsa Indonesia (dalam arti nation Indonesia) kini memiliki kebudayaan
nasional yang unsur-unsurnya berasal dari: kebudayaan bangsa atau kebudayaan
daerah (sesuai dengan pemahaman pada tahun 1945), kebudayaan asing, dan kreasi
atau hasil invention secara nasional.
Menurut Prof. Dr. S.
Budhisantoso, kebudayaan-kebudayaan Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kategori: kebudayaan suku bangsa, kebudayaan daerah, dan kebudayaan
nasional. Masing-masing kebudayaan itu mempunyai fungsi dan lingkungan
penggunaannya yang efektif sebagai kerangka acuan yang memperlancar pergaulan
sesama kelompok anggota sosial.
Terjadinya krisis ekonomi
tahun 1998 mengajarkan kepada kita bahwa pembangunan Indonesia yang bertumpu
pada aspek pertumbuhan ekonomi saja ternyata keliru. Kejayaan ekonomi Indonesia
mengalami kehancuran terkena krisis akibat lemahnya pondasi yang menyangga
perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia yang dibangun dengan semangat KKN
tidak kuat menerima terpaan krisis yang berawal dari krisis mata uang Thailand.
Model pembangunan ala Pemerintah Orde Baru yang terlihat kuat di luar
tetapi rapuh di dalam memberikan pelajaran berharga bagi pengambil kebijakan ke
depan agar tidak mengabaikan perhatiannya terhadap pembangunan sektor lainnya,
khususnya sektor kebudayaan.
Kebudayaan Indonesia
berkaitan dengan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
masyarakat yang tinggal mendiami wilayah Indonesia. Kebudayaan Indonesia yang
terbentuk dari ratusan budaya daerah memiliki karakteristik tersendiri
dibandingkan dengan negara lain. Di sini ditemukan ratusan adat istiadat,
kesenian, dan bahasa sukubangsa yang berbeda-beda, yang merupakan potensi
untuk dikembangkan dalam proses pembangunan ke depan terutama untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat lahir dan batin.
Terkait dengan aspek
peningkatan kesejahteraan masyarakat, ada dua model pendekatan. Pertama dilihat
dari sisi peningkatan kesejahteraan lahir, kebudayaan bisa dikembangkan dalam
rangka mendukung timbulnya pariwisata yang ujung-ujungnya masyarakat akan
memperoleh dampak ekonomi secara langsung. Selain itu pula dengan munculnya
industri kreatif yang berbasis budaya lokal juga mendorong Usaha Kecil
Masyarakat untuk tumbuh dan berkembang di wilayah pedesaan. Kedua dilihat dari
segi peningkatan kesejahteraan batin, pembangunan kebudayaan mampu
menumbuhkan nilai-nilai kesetiakawan sosial, nasionalisme, cinta terhadap
budaya sendiri, toleransi, ramah, sopan santun, dan toleransi tinggi.
Dalam hal ini pembangunan kebudayaan merupakan bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari pembangunan pendidikan. Gambaran untuk membentuk manusia
Indonesia yang kreatif, berkarakter, dan produktif merupakan keterpaduan antara
pembangunan di bidang pendidikan dan kebudayaan.
Pembangunan kebudayaan
salah satu sektor penting yang musti dilaksanakan untuk kelangsungan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu ke depannya seluruh stakeholder
kebijakan (Pemerintah Pusat dan Daerah) perlu memperhatikan aspek kebudayaan
untuk dijadikan landasan kebijakan dalam melaksanakan programnya masing-masing.
Di samping itu pula peranan masyarakat dituntut aktif dalam pembangunan
kebudayaan karena tanpa partisipasi masyarakat pelaksanaan pembangunan
kebudayaan tidak dapat berhasil dengan sukses.
Apabila kebudayaan daerah
dan kebudayaan nasional diperbandingkan, kedudukan kebudayaan nasional lebih
luas jangkauannya, karena ia menjadi kerangka acuan bagi seluruh penduduk tanpa
membedakan asal-usul daerah maupun suku bangsa. Oleh karena itu, kalau
kebudayaan daerah merupakan kebudayaan dominan di daerah maka kebudayaan
nasional menjadi kebudayaan dominan di seluruh tanah air.
Pengembangan kebudayaan
nasional sebagai kebudayaan dominan di seluruh negeri diharapkan dapat
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Namun, karena masyarakat dan
kebudayaan yang ada di tanah air bersifat heterogen , pelaksanaannya tidak
mudah dan kadangkala menimbulkan ggejolak sosial karena timbul kesan adanya
dominasi salah satu kebudayaan daerah. Kesukaran lain juga disebabkan karena
perkembangan kebudayaan nasional belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan akan
kerangka acuan bagi segala sektor kehidupan sehingga sering orang cenderung
mengacu kepada kebudayaan daerah atau suku bangsa masing-masing. Kebiasaan
seperti ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan mengancam
persatuan/kesatuan bangsa, apalagi kalau dilakukan oleh suku bangsa yang jumlah
anggotanya besar atau kebetulan menguasai sumber kekuatan politik , ekonomi,
dan sosial.
Pentingnya pengembangan
kebudayaan nasional sebagai kebudayaan dominan dalam masyarakat majemuk sangat
dirasakan terutama kalau orang mulai memperhatikan pembagian kekuasaan politik
dan ekonomi. Seolah-olah hanya mereka yang benar-benar menghayati kebudayaan
nasionallah yang mampu memanfaatkan peluang untuk ikut serta berperan dalam
kehidupan politik nasional. Lebih berat lagi, seringkali orang menilai
banyaknya sumbangan kebudayaan nasional berdasarkan banyaknya personel yang
menduduki tempat-tempat di pusat kekuasaan politik, pemerintahan, dan ekonomi.
Kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks yang mengandung ilmu pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral dan kebiasaan yang diperolah manusia sebagai anggota
masyarakat. Manusia beradaptasi, berintegrasi serta memanfaatkan alam sekitarnya
dan mempergunakan kebudayaan. Tidak hanya untuk kehidupan individu tetapi untuk
berkontribusi dalam proses pembangunan. Keberhasilan
pelaksanaan pembangunan sangat bergantung kepada peranan pemerintah dan
masyarakatnya. Keduanya harus mampu menciptakan sinegri. Tanpa melibatkan
masyarakat, pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil pembangunan secara
optimal. Pembangunan hanya akan melahirkan produk-produk baru yang kurang
berarti bagi masyarakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.Pembangunan membawa perubahan dalam
diri manusia, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Serentak dengan laju
perkembangan dunia, terjadi pula dinamika masyarakat. Terjadi perubahan sikap
terhadap nilai-nilai budaya yang sudah ada. Terjadilah pergeseran sistem nilai
budaya yang membawa perubahan pula dalam hubungan interaksi manusia di dalam
masyarakatnya.
Proses pembangunan yang
dimaksud yaitu proses perubahan kearah yang sesuai dengan tujuan awal yaitu
mensejahterakan masyarakat dari segi pelestarian kebudayaan sehingga budaya
yang ada di negara ini tetap dalam genggaman tanpa ada campur tangan pihak lain
(negara lain) sehingga tidak ada lagi kebudayaan bangsa ini yang diakui oleh
negara lain. Proses pembangunan tidak
hanya dari segi pendidikan, sosial, politik, hukum maupun agama tetapi
kebudayaan turut serta dalam proses pembangunan. Di negara ini terdapat begitu
banyak jenis kebudayaan-kebudayaan daerah yang harus dijaga sehingga tidak
punah begitu saja. Pembangunan melalui kebudayaan dapat dilakukan dengan
menjaga dan melestarikan kebudayaan sehingga tidak diakui oleh negara lain.
Sebagai warga negara yang menjunjung tinggi nama bangsa ini hendaknya kita
tidak malu mengakui kebudayaan daerah yang menjadi ciri khas bangsa ini. Karena
dengan menjaga dan melestarikan budaya kita sebagai generasi penerus bangsa
dapat ikut serta dalam proses pembangunan.
Pembangunan telah membawa
perubahan dalam masyarakat. Perubahan itu nampak terjadinya pergeseran sistem
nilai budaya, penyikapan yang berubah pada anggota masyarakat terhadap
nilai-nilai budaya. Pembangunan telah menimbulkan mobilitas sosial, yang
diikuti oleh hubungan antar aksi yang bergeser dalam kelompok-kelompok
masyarakat. Sementara itu terjadi pula penyesuaian dalam hubungan antar anggota
masyarakat. Dapat dipahami apabila pergeseran nilai-nilai itu membawa akibat
jauh dalam kehidupan kita sebagai bangsa.
Sebagai contoh budaya
Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan
budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya,
duapuluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk
belajar tari tor-tor dan tagading (alat musik batak). Hampir setiap minggu dan
dalam acara ritual kehidupan, remaja di sana selalu diundang pentas sebagai
hiburan budaya yang meriah. Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya
kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan
hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII).
Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain
dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah
baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan
bagi masyarakat sekitarnya.
Masyarakat sebagai unsur
utama dalam proses pembangunan dapat dikatakan sebagai makhluk berbudaya,
karena dua kekayaan manusia paling utama ialah akal dan budi atau yang lazim
disebut pikiran dan perasaan. Dengan kedua hal tersebut kebudayaan dapat
menjadi salah satu unsur proses pembangunan. Karena kebudayaan dapat dipelajari
dari segi manapun. Misalnya dalam suatu organisasi yang bergerak dalam bidang seni
mereka akan membuat sebuah kolaborasi dengan mempertunjukkan kesenian setiap
daerah. Kesenian ini tidak hanya diperlihatkan pada masyarakat dalam negeri
saja tetapi pada khalayak luar, sehingga kebudayaan kita tidak diclaim oleh
pihak lain. Tidak hanya membuat pertunjukkan tetapi dengan memadupadankan
kesenian tradisional dan modern sehingga dapat dilakukan oleh berbagai pihak
dengan tidak meninggalkan ciri khas dari kesenian tersebut.
Pembangunan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran dan kemauan untuk menjaga dan melestarikan kebudayan
daerah masing-masing tujuannya adalah mengubah
perilaku masyarakat. Diselenggarakan dengan dasar-dasar perikemanusiaan,
pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata dikarenakan masyarakat sebagai unsur yang dibutuhkan
sebagai pelaku dalam proses pembangunan. Memperhatikan dinamika
kependudukan, epidemiolog, ekologi, kemajuan iptek, serta globalisasi. Namun,
tanpa peran yang optimal dari pemerintah, pembangunan akan berjalan secara
tidak teratur dan tidak terarah, yang akhirnya akan menimbulkan permasalahan
baru. Rakyat harus menjadi pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina
dan dipersiapkan dalam mengembangkan berbagai ciri khas daerah masing-masing
ataupun daerah lain, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan, melaksanakan
rencana yang telah diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan
melestarikan program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan.
Pembangunan melalui kebudayaan
menjadi salah satu faktor penting yang harus dilaksanakan untuk kelangsungan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu ke depannya pemrintah perlu
memperhatikan aspek kebudayaan untuk dijadikan landasan kebijakan dalam
melaksanakan programnya masing-masing. Di samping itu pula peranan masyarakat
dituntut aktif dalam pembangunan kebudayaan karena tanpa partisipasi masyarakat
pelaksanaan pembangunan kebudayaan tidak dapat berhasil dengan sukses. Serta
dapat menekan budaya asing yang semakin hari semakin menghantui bangsa ini.
The American
Anthropological Association’s Training Manual in Development Athropology
merumuskan sebuah definisi. Antropologi pembangunan adalah gabungan riset
ilmiah dan penerapan aplikasi dalam siklus proyek pembangunan, yang objektif
untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi konsekuensi negatif bagi
keterlibatan komunitas masyarakat di dalam serta efek dari usaha pembangunan.
Antropologi pembangunan terlibat dalam proyek pembangunan menurut berbagai cara
yang variatif, peran khusus dideterminasikan dalam bagian dengan partikular
dalam perjalanan siklus hidup proyek tersebut (Partridge 1984:1).
Para antropolog, Horowitz (1989) mengatakan, sudah menjadi terlalu
sederhana, segan untuk memprogandakan sentralitas mereka dalam pembangunan.
Dan, menurut Hoben, “dalam analisis terakhir, lembaganisasi dan dampak para
antropolog dalam karya pembangunan tergantung pada kemampuan mereka untuk
menunjukan keuntungan mereka dengan berperan serta sebagai para insider yang
terpercaya (dalam lembaga-lembaga seperti U.S. AID) bermain beberapa peran
dalam jangkauan proses pembuatan keputusan luas” (1982: 359).
Ilmu antropologi pembangunan hampir tak bisa diacuhkan menegakkan
ajaran-ajaran utama dari pembangunan. Para ahli menemukan sebuah “sistem” yang
tidak lebih dari permintaan yang telah dilatih; terlatih untuk merasa atau
menemukan. Prosedur untuk menghasilkan pengetahuan sekitar negara Dunia Ketiga
adalah dengan ditempelkan dalam proses-proses penguasa, termasuk sebuah rezim
dan ekonomi negara utuh dari produksi budaya. Penelitian jenis ini akan juga
memberdayakan ahli antropologi dan aktivis untuk menyelesaikan satu jenis
pekerjaan yang sadar akan kondisi-kondisi produksi sendiri. Itu akan membantu
menunda proses di mana situasi-situasi lokal tak bisa diacuhkan untuk
diterjemahkan ke dalam campur tangan pembangunan. Cara lainnya, sifat yang
tersembunyi dari pembangunan dihapus, dan posisi barat sebagai suatu pusat
budaya ekonomi diperkuat. Seperti yang dilatih/dipraktikkan hari ini,
menghadapi pembangunan dengan atau tanpa keikutsertaan sejumlah antropolog
tersebut sampai pada satu tindakan dari teori dan dominasi sosial.